JAKARTA – Ketua Bidang Keagamaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, menolak keras usulan menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial (bansos). Ia menyebut kebijakan tersebut tidak manusiawi dan melukai rasa keadilan masyarakat miskin.
“Ini sangat menyedihkan. Bagaimana mungkin orang miskin harus dimandulkan hanya demi mendapatkan bansos? Itu sesuatu yang harus dikaji kembali secara nalar,” ujar Gus Fahrur kepada Kompas.com, Sabtu (3/5/2025).
Gus Fahrur menilai, penerapan program Keluarga Berencana (KB) semestinya cukup dilakukan melalui ajakan penggunaan alat kontrasepsi yang tidak permanen, tanpa perlu memaksakan tindakan vasektomi.
“Saya kira ajaran ber-KB sudah cukup. Tidak harus dipaksakan vasektomi,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa keputusan untuk melakukan vasektomi bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga menyangkut aspek keagamaan. Menurutnya, mayoritas ulama telah mengeluarkan fatwa bahwa vasektomi hukumnya haram jika bertujuan untuk mencegah kelahiran secara permanen.
“Karena vasektomi itu ulama masih berbeda pendapat. Mayoritas mengharamkan jika mencegah kelahiran total. Adapun alat KB lainnya masih diperbolehkan,” jelas Gus Fahrur.
Ia pun mengingatkan pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang memaksa rakyat dalam hal yang menyangkut keyakinan. “Karena ini terkait hukum halal dan haram, maka harus dihormati. Saya kira cukup mulai dari program KB biasa saja,” tandasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengusulkan agar penerima bansos diwajibkan mengikuti program KB, termasuk vasektomi. Ia beralasan, kebijakan itu diperlukan untuk mengendalikan laju kelahiran keluarga prasejahtera dan memastikan distribusi bantuan lebih merata. Namun, usulan ini mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk PBNU dan sejumlah tokoh politik nasional.
