
BATULICIN, KALSMART.info – Di ujung Desa Betung, Kecamatan Kusan Hilir, Tanah Bumbu, berdiri sebuah makam tua yang dikenal masyarakat sebagai makam keluarga Datuk Bonang. Lokasinya cukup terpencil, tersembunyi di balik hutan bambu dan tambak, tak jauh dari jembatan gantung yang sejak 1993 menjadi satu-satunya akses ke kawasan Pantai Rindu Alam.
Papan kayu sederhana bertuliskan “Makam Muslimin Keluarga Datuk Bonang, 200 M” menjadi penunjuk arah menuju makam. Warga RT 03, Iril, yang menemani kami ke lokasi, menyebut makam itu sebagai tempat yang keramat. “Kalau ke sini jangan macam-macam. Harus sopan dan hati-hati,” katanya sambil berjalan menebas semak dengan parang.
Namun, siapa sesungguhnya Datuk Bonang?

Nama “Bonang” erat kaitannya dengan Sunan Bonang, salah satu Wali Songo dari abad ke-15, tokoh penyebar Islam di Jawa yang dikenal luas dalam sejarah Islam Nusantara. Sunan Bonang, putra Sunan Ampel dan guru dari Sunan Kalijaga, dimakamkan di Tuban, Jawa Timur. Tapi kemunculan nama yang sama di Kalimantan Selatan, jauh dari pusat penyebaran Islam di Jawa, memunculkan berbagai pertanyaan dan dugaan.
Hingga kini, tidak ada bukti tertulis atau dokumen sejarah yang menunjukkan hubungan langsung antara Sunan Bonang dan makam di Betung. Namun, tradisi lisan yang hidup di tengah masyarakat membawa sejumlah versi.
Versi pertama menyebut bahwa Datuk Bonang di Betung adalah utusan dakwah dari Jawa, yang singgah dan menyebarkan Islam di pesisir Kalimantan Selatan antara abad ke-16 hingga 18, masa ketika banyak mubalig dan santri berlayar ke berbagai wilayah Nusantara. Versi lain menyebut bahwa Datuk Bonang adalah tokoh lokal berdarah Bugis atau Makassar, bagian dari gelombang migrasi masyarakat pesisir Sulawesi ke Kalimantan pada masa awal Islamisasi.

Secara historis, pesisir selatan Kalimantan memang menjadi jalur masuk pengaruh Islam dari Jawa dan Sulawesi. Tradisi dakwah melalui jalur laut dan hubungan dagang menjadikan banyak tokoh agama menetap di berbagai titik sepanjang pesisir, termasuk di kawasan Kusan dan Pagatan.
Makam Datuk Bonang di Betung menjadi bagian dari jejak sejarah lisan itu. Meski tidak tercatat dalam kronik resmi, keberadaan makam ini memberi petunjuk bahwa proses penyebaran Islam di Kalimantan tidak hanya melalui tokoh besar yang dikenal nasional, tetapi juga melalui figur lokal yang dihormati dan dikenang oleh masyarakat.
Hingga kini, warga tetap menjaga makam itu dengan sikap hormat. Tidak ada ritual besar, tidak pula promosi ziarah, hanya tradisi diam-diam yang diwariskan secara turun-temurun—bahwa tempat itu bukan sekadar tanah kuburan, tapi bagian dari warisan spiritual desa.
(Om Anwar)