
Tanah Bumbu, 8 Januari 2025 – Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menyelenggarakan Sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Aula Rapat Lantai 3, Kantor Bupati Tanah Bumbu. Acara ini membahas secara detail ketentuan baru terkait pajak dan retribusi daerah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Dipimpin langsung oleh Kepala Bapenda Tanah Bumbu, Deny Heriyanto, acara ini juga didampingi oleh Kepala Bidang Pengelolaan Pendapatan, Hendri Kesumajaya, serta Kepala Bidang Pengembangan dan Penetapan Pajak Daerah, Adi Pebriady. Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman wajib pajak tentang tarif pajak terbaru dan pengelolaan retribusi yang lebih transparan.
Dalam sambutannya, Deny Heriyanto menegaskan pentingnya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan transparan. “Kami sangat berharap sosialisasi ini bisa menjadi wadah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pajak daerah. Pajak yang kita bayarkan akan kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan fasilitas umum, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lainnya,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa penerapan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tidak hanya akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi juga menciptakan tata kelola pajak yang lebih modern. “Kami mendorong pelaku usaha dan masyarakat untuk memanfaatkan layanan digital yang telah disediakan oleh Bapenda agar pelaporan pajak menjadi lebih mudah dan efisien,” tutupnya.

Pokok Materi yang Disampaikan
Dalam sosialisasi ini, Bapenda Tanah Bumbu memaparkan berbagai poin penting terkait tarif pajak dan kategori usaha yang masuk dalam ketentuan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024, antara lain:
- Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2): Tarif sebesar 0,2%.
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): Tarif sebesar 5%.
- Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT):
- Makanan dan Minuman: Tarif 10%.
- Tenaga Listrik: Tarif 10%, dengan ketentuan:
- Konsumsi tenaga listrik industri dari sumber lain: 3%.
- Konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri: 1,5%.
- Jasa Perhotelan, Parkir, dan Kesenian/Hiburan: Tarif 10%, kecuali untuk hiburan tertentu seperti diskotik, karaoke, klub malam, bar, dan spa yang dikenakan tarif 40%.
- Pajak Reklame: Tarif 25%.
- Pajak Air Tanah, Mineral Bukan Logam, dan Batuan (MBLB): Tarif masing-masing 20%.
- Pajak Sarang Burung Walet: Tarif 10%.
- Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB): Tarif masing-masing 6%.
Fasilitas yang Dipasangi Alat Perekam Data
Untuk meminimalisir kecurangan dan memudahkan pengawasan, pemerintah juga menerapkan penggunaan Alat Perekam Data Transaksi Pembayaran (PEDATI) pada usaha berikut:
- Perhotelan, resort, atau penginapan.
- Restoran, rumah makan, warung makan, atau kafe.
- Usaha hiburan seperti bioskop, karaoke, dan arena permainan.
Pengecualian Pajak
Beberapa kegiatan yang bersifat sosial, adat, atau keagamaan tetap dibebaskan dari pajak, seperti hiburan untuk promosi budaya tradisional tanpa pungutan bayaran, kegiatan masyarakat, dan acara pernikahan.
Deny Heriyanto berharap sosialisasi ini mampu mendorong kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya secara lebih transparan dan bertanggung jawab. “Kami berkomitmen untuk terus mendampingi masyarakat dan pelaku usaha dalam melaksanakan kewajiban perpajakan mereka. Penerapan peraturan ini diharapkan mendukung pembangunan daerah sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tanah Bumbu,” ujarnya.
Acara ini dihadiri oleh pelaku usaha, organisasi masyarakat, dan perangkat daerah, dengan sesi diskusi interaktif untuk menjawab berbagai pertanyaan teknis dari peserta.

Tanggapan pertama Salah Satu Peserta

Menanggapi hal tersebut, Adi Pebriady, Kabid Pengembangan dan Penetapan Pajak, memberikan tanggapan positif terhadap usulan yang disampaikan. Ia menjelaskan bahwa pemerintah sedang merencanakan program promosi untuk usaha-usaha yang aktif dalam pembayaran pajak. “Kami memang memiliki rencana untuk mengangkat usaha-usaha yang aktif dalam pembayaran pajak melalui berbagai platform media. Salah satunya adalah dengan membuat video pendek yang mempromosikan tempat-tempat usaha yang terdaftar sebagai wajib pajak,” ujarnya. Sebelumnya, program ini telah dilaksanakan pada akhir tahun lalu dengan mempromosikan usaha seperti Ono Pawon.
Adi menambahkan bahwa untuk tahun 2025, program promosi ini akan lebih dirinci dan mendetailkan proses seleksi usaha-usaha yang memenuhi kriteria dan aktif dalam pembayaran pajak. Ia juga berjanji akan mengkoordinasikan dengan tim terkait mengenai kebutuhan kertas thermal dan TV yang disebutkan oleh Ibu Rasidah agar dapat dipenuhi sesuai anggaran dan prioritas yang ada.
Deny Heriyanto, Kepala Bapenda Tanah Bumbu, menambahkan bahwa selain program promosi usaha yang aktif dalam membayar pajak, ia juga berharap akan terbentuknya asosiasi yang dapat menaungi para pelaku UMKM atau pengusaha. Menurutnya, asosiasi ini akan sangat berguna untuk memberikan wadah komunikasi yang lebih efektif antara pemerintah dan pelaku usaha, serta mempermudah mereka dalam mengakses berbagai informasi dan fasilitas terkait pajak dan retribusi daerah. “Dengan adanya asosiasi, pelaku usaha bisa lebih mudah berkoordinasi, memperoleh informasi yang tepat, serta mendapatkan dukungan yang lebih kuat dari pemerintah dalam menjalankan usaha mereka,” ujar Deny. Ia juga berharap asosiasi ini dapat berperan sebagai jembatan yang memfasilitasi pelaku usaha untuk lebih terlibat aktif dalam pembangunan daerah dan berpartisipasi lebih maksimal dalam penerimaan pajak daerah.

Tanggapan kedua
Ibu Fatma, pemilik Rumah Makan Obor, mengungkapkan beberapa keluhan terkait kewajiban pajak yang diterapkan pada usahanya. Dalam pertemuan sosialisasi pajak tersebut, Ibu Fatma mengatakan, “Saya punya usaha dua, dua itu berawal dari satu. Nah, di tempat usaha baru makan obor satu itu, saya posisi tanahnya menyewa atau mengekos, di mana usaha saya itu berawal. Sifatnya sementara, yang baru makan obor satu itu tempatnya. Terus, yang baru makan obor dua adalah tanah milik sendiri yang akan bersifat hakiki atau selamanya.”
Ibu Fatma juga mengungkapkan ketidaknyamanannya terkait pemasangan alat perekam transaksi (PEDATI) oleh pihak pajak. “Saya tidak mau di warung saya itu dikenakan dua pajaknya atau alatnya ditaruh dua, itu saya sudah menolak dari awal. Karena warung saya yang di depan itu pasti akan pindah ke belakang,” tuturnya. Ia berharap ada solusi yang lebih sesuai dengan kondisi usahanya, yang masih dalam tahap perpindahan lokasi.
Hendri Kesumawijaya, Kabid Pengelolaan Pendapatan, memberikan penjelasan terkait pertanyaan Ibu Fatma mengenai pajak yang dikenakan pada Rumah Makan Obor. “Kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya yang Ibu terima dan akan menjadi koreksi bagi kami dalam pelayanan,” ujarnya.
Hendri melanjutkan, “Rumah makan Obor Ibu ini terdata dua di kami, karena saat ini masih terdaftar dua lokasi. Jika Ibu tidak ingin dikenakan pajak dua kali, mohon informasikan kepada kami jika rumah makan yang satu sudah tidak beroperasi lagi, dan kami akan menutupnya dari catatan pajak.” Ia juga menegaskan, “Selama usaha masih berjalan di kedua lokasi tersebut, itu tetap masuk dalam pendataan kami dan akan tetap menjadi target pembayaran pajak.”
Selain itu, Hendri menjelaskan bahwa kewajiban pajak bukan hanya untuk pemilik usaha, tetapi juga bagi penikmat layanan. “Ini sama seperti kewajiban bayar pajak kendaraan bermotor. Masyarakat harus lebih sadar akan kewajiban pajak ini untuk mendukung pembangunan daerah,” ungkapnya. Ia pun menekankan pentingnya komunikasi antara pihak pajak dan wajib pajak untuk menghindari ketidaknyamanan.
Berita ditulis Om Anwar dan dipublikasikan melalui KalimantanSmart.INFO