
Di tepian Sungai Setarap, Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, terletak sebuah desa nelayan bernama Desa Setarap. Berada di sisi barat Desa Satui Barat, desa ini menjadi tempat bermuaranya Sungai Setarap yang langsung mengalir ke pesisir laut. Mayoritas warga desa berasal dari suku Bugis dan Banjar yang telah lama hidup berdampingan secara harmonis.
Kehidupan masyarakat pesisir di Desa Setarap tampak begitu akrab dengan air dan laut. Anak-anak bermain di atas titian kayu rumah panggung yang berdiri di atas air, dikelilingi jaring dan peralatan melaut yang berserakan. Di tepi muara, seorang warga tampak mencuci hasil tangkapan laut menggunakan air sungai, sementara perahu-perahu nelayan bersandar rapi. Warga lainnya duduk santai di halaman rumah, berbincang sambil menikmati suasana sore. Potret itu menggambarkan eratnya ikatan sosial dan semangat gotong royong masyarakat di tengah keterbatasan fasilitas.

“Di seberang sini mayoritas nelayan Banjar, sementara di seberang sungai sana lebih banyak nelayan Bugis-Makassar,” ujar seorang warga. Ia menjelaskan, hubungan kedua suku terjalin erat, bahkan tak sedikit pasangan yang menikah lintas suku. Tradisi pernikahan pun kerap mempertemukan pakaian adat Banjar dan Bugis dalam satu pelaminan.
Untuk mencapai Desa Setarap, pengunjung harus melewati simpang tugu Pasar Sekapuk Al-Kautsar, kemudian menyusuri jalan tanah yang diapit kebun kelapa sawit. Meski belum seluruhnya beraspal, terdapat jalur beton sepanjang sekitar 3–5 kilometer menuju pusat desa hingga ke muara sungai.

Muara Sungai Setarap kini menjadi pusat aktivitas para nelayan. Di sinilah tempat bongkar muat hasil tangkapan laut dilakukan, meski dengan sarana yang masih sederhana. “Belum ada titian ulin yang memadai,” ungkap Pak Ahmad, Ketua Kelompok Nelayan Sari Laut. Ia mengatakan, warga sangat berharap adanya pembangunan tangkahan kayu agar aktivitas bongkar muat bisa berjalan lebih tertib dan efisien. “Panjangnya sekitar 200 sampai 300 meter,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Suardi, seorang nelayan yang telah puluhan tahun melaut di kawasan itu. Menurutnya, tangkahan yang kokoh dan lebar akan sangat membantu aktivitas harian para nelayan. “Idealnya cukup lebar agar gerobak pengangkut bisa berpapasan,” ujarnya.

Saat ini, Desa Setarap memiliki sekitar 12 kelompok nelayan aktif, termasuk Kelompok Nelayan Rajungan dan Kelompok Nelayan Sari Laut. Jumlah kapal nelayan di desa ini bahkan disebut melebihi desa tetangga di Satui Barat. Sebagian besar kapal sudah memiliki dokumen lengkap, sementara sisanya masih dalam proses pengurusan administrasi.
Kendati belum memiliki Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), para nelayan tetap menjalankan kegiatan mereka dengan semangat. Mereka juga berharap kehadiran fasilitas pendukung lain, seperti tempat penyimpanan alat tangkap dan ruang istirahat di sekitar pelabuhan.
Warga Desa Setarap menyampaikan harapan mereka dengan penuh optimisme. Mereka sadar bahwa pembangunan tidak datang sekaligus, namun tetap yakin bahwa dukungan infrastruktur akan mampu memperkuat potensi kelautan desa serta meningkatkan kesejahteraan nelayan setempat.
KalimantanSmart.INFO – Om Anwar