
Tanah Bumbu – Di tepi dermaga Sungai Cuka, dua nelayan tampak menyiapkan tumpukan daun kelapa dan ranting di atas perahu. Seorang lelaki tua duduk di geladak sambil mengikat ranting agar tak lepas diterpa angin.
“Perahunya nanti ke tengah laut,” ujar Basuki, nelayan yang sudah puluhan tahun melaut. “Di tengah laut ini diturunkan, dijangkar. Jadi tempat ikan kumpul.”
Yang dimaksud Basuki adalah rumpun laut — tumpukan bahan alami yang diletakkan di dasar laut agar ikan berkumpul. Tradisi ini sudah lama dijalankan nelayan Sungai Cuka sebagai cara ramah lingkungan untuk menjaga laut.
“Kalau ini busuk, ikan datang sendiri,” katanya. “Biasanya sore baru ditaruh. Sebulan bisa tahan, tapi kalau gelombang besar, kadang hilang juga.”
Basuki mengaku, belakangan rumpun mereka sering hilang karena terseret pukat dari kapal luar.
“Sudah dijangkar pun tetap hilang,” keluhnya. “Kapal besar lewat, kena jaringnya.”
Sekitar 60 kapal nelayan kecil beroperasi di Sungai Cuka. Mereka menggantungkan hidup dengan cara tradisional, memancing di sekitar rumpun tanpa alat berat.
“Ikan yang sering naik itu kakap merah,” kata Lashby, nelayan muda yang membantu Basuki mengikat pelepah. “Kami pancing saja, biar laut tetap bersih.”
Meski kerap kehilangan rumpun, para nelayan tetap membuat yang baru.
“Kalau hilang, ya buat lagi,” ujar Basuki saat ditemui Minggu (9/11). “Namanya juga hidup di laut, harus sabar.”
Subscribe untuk mendapatkan pemberitahuan informasi berita terbaru kami.