
Tanah Bumbu — Di tepian laut Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, terdapat sebuah desa yang menggantungkan hidupnya pada dua muara. Desa itu bernama Sungai Dua Laut, kampung nelayan yang bertumpu pada arus air dan gelombang laut sebagai nadi kehidupannya.
Desa ini memiliki dua muara sungai yang menjadi poros utama aktivitas masyarakat nelayan. Di Muara Sungai Penyulingan yang berada di RT 4, puluhan kapal kelotok ukuran papan 6 dan 7 berjajar rapi. Muara ini menjadi tambatan utama kapal-kapal besar. “Lebih dalam dan luas, jadi kapal banyak tertambat di sini,” jelas Abdul Hadi, mantan Kepala Desa Sungai Dua Laut, saat dijumpai di kediamannya pada Sabtu, 19 April 2025.
Sementara itu, Muara Sungai Pandan di RT 1 juga tak kalah sibuk. Sekitar 15 kapal kelotok aktif digunakan oleh nelayan setempat untuk menangkap hasil laut. Di kedua muara inilah aktivitas nelayan dimulai dan berakhir setiap harinya.

Setiap hari, para nelayan melakukan kegiatan yang mereka sebut marempa—yakni menangkap ikan, rajungan, hingga lobster, terutama saat mendekati musim puncak sekitar bulan Mei. Mereka menggunakan kapal kelotok besar, tanpa kamar, yang disebut juga kapal balapan. Hasil tangkapan yang melimpah seperti ikan otek dan ikan peda kerap memenuhi perahu-perahu mereka bulan lalu.
Terdapat delapan kelompok nelayan aktif di desa ini, termasuk Kelompok Usaha Bersama, yang bergerak secara kolektif dalam mengelola hasil laut dan memperkuat posisi tawar nelayan. Namun demikian, desa ini masih menghadapi berbagai keterbatasan infrastruktur.
Salah satu kebutuhan mendesak adalah pembangunan dermaga tempat tambatan kapal di kedua muara, serta kalampa—tempat naung sederhana untuk nelayan, yang hanya terdiri dari tempat duduk dua papan dan sandaran satu papan tanpa dinding. “Tempat itu sangat dibutuhkan untuk istirahat dan menyiapkan alat tangkap,” tambah Hadi.

Bagan yang dulunya sempat berjumlah delapan unit, kini tak ada lagi setelah dihancurkan banjir rob beberapa tahun lalu. Saat itu memang ada pergantian dari pemerintah, tetapi hanya sebagian saja yang diganti. Hingga saat ini, belum ada upaya pembangunan kembali. Ketika ditanya apakah disini ada bagan apung, Hadi dengan tegas menjawab tidak ada atau belum ada.
Desa Sungai Dua Laut dihuni oleh lebih dari seribu jiwa. Sekitar 80 persen merupakan warga suku Bugis, sisanya berasal dari berbagai latar suku seperti Banjar, Jawa, Lombok, dan lainnya. Meski air sungai di desa ini terlihat jernih, rasanya agak asin, sehingga warga tetap harus membeli air bersih dalam kemasan galon untuk kebutuhan konsumsi.
Dengan potensi perikanan yang besar dan semangat gotong royong antarwarga, Desa Sungai Dua Laut menyimpan harapan untuk tumbuh sebagai kampung nelayan tangguh di Tanah Bumbu. Namun, dukungan infrastruktur dan perhatian pemerintah tetap menjadi kunci agar dua muara ini tidak hanya menjadi jalur air, tapi benar-benar menjadi dua muara kehidupan yang menghidupi masa depan warganya.

Untuk mewujudkan harapan tersebut, diperlukan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. Dengan perhatian pada infrastruktur dan perlindungan lingkungan, dua muara di Sungai Dua Laut dapat terus menjadi sumber kehidupan yang berkelanjutan bagi warga setempat.
KalimantanSmart.INFO – Om Anwar