“Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyeru selain Allah di dalamnya.” (QS. Al-Jinn: 18)
Di tengah rute panjang yang menghubungkan Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Banjarmasin, sebuah masjid yang menjadi oase bagi setiap musafir yang melintasi jalan ini. Masjid Al-Hijriyah, yang terletak di Angsau, Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, telah menjadi persinggahan yang hangat dan ramah bagi mereka yang melakukan perjalanan panjang. Tidak sedikit pengendara yang, ketika melihat bangunan masjid ini dari kejauhan, langsung merasa lega, mengetahui bahwa mereka akan menemukan tempat beristirahat yang nyaman.
Hari itu, hujan turun dengan lembut, membasahi halaman masjid yang luas dan menjadikan suasana lebih sejuk. Seiring dengan rinai hujan yang meresap ke tanah, sebuah bus wisata melambatkan lajunya dan berhenti di pelataran parkir masjid yang luas. Para penumpangnya, sekelompok wisatawan yang telah lama duduk di perjalanan, tampak senang bisa turun dan meregangkan kaki. Tidak lama kemudian, beberapa mobil pribadi juga turut singgah, parkir berderet di samping bus wisata. Halaman masjid segera dipenuhi orang-orang yang datang dengan tujuan sama—beristirahat, sholat, dan menikmati suasana teduh masjid Al-Hijriyah.
Para wisatawan, sebagian besar mengenakan pakaian kasual dan jaket untuk melindungi diri dari dingin, segera menuju teras masjid. Teras yang luas dan bersih ini menjadi tempat duduk nyaman bagi mereka, beberapa duduk bersandar, sementara yang lain melepas penat sambil menikmati pemandangan hujan. Di dalam masjid, tempat sholat untuk pria dan wanita dipisahkan oleh tirai sederhana yang menjaga kenyamanan dan privasi, memberi ruang tenang bagi para jamaah yang hendak menunaikan ibadah.
Di samping masjid, sebuah pendopo berdiri kokoh, memberikan ruang tambahan bagi mereka yang ingin merebahkan badan sejenak. Beberapa pengunjung berbaring di lantai pendopo yang bersih, menikmati angin sejuk yang bertiup pelan. Di sini, tidak ada yang tergesa-gesa; suasana penuh dengan ketenangan dan keramahan khas tempat singgah. Terlihat anak-anak yang turun dari bus wisata berlarian ke arah jajanan di dekat area wudhu, seragam mereka serba putih dengan jubah dan kopiah, memberikan kesan ceria di tengah sore yang mendung.
Di area jajanan itu, seorang penjual berpeci putih melayani pengunjung dengan senyuman yang ramah. Gerobaknya penuh dengan berbagai pilihan makanan sederhana namun menggiurkan, seperti pentol, tahu, telur puyuh, dan sosis tusuk yang harganya hanya Rp1.000 hingga Rp2.000 per tusuk. Di sampingnya, teh dan kopi panas disajikan dalam gelas kertas seharga Rp5.000—minuman yang sederhana, namun memberikan kehangatan yang begitu berarti di tengah cuaca dingin. Aroma pisang goreng yang baru saja digoreng bercampur dengan aroma teh dan kopi, menciptakan suasana akrab yang mengundang siapa pun untuk berhenti sejenak dan menikmati camilan sebelum melanjutkan perjalanan.
Seorang bapak yang baru selesai sholat duduk di teras bersama anak-anaknya, masing-masing memegang segelas teh panas dan sepotong gorengan. Mereka berbincang ringan, wajah-wajah mereka tampak tenang, seolah sudah melupakan lelah perjalanan. Hujan terus turun perlahan, suara gemericik air menjadi latar suara yang menenangkan. Di sudut lain teras, seorang ibu dengan khusyuk melantunkan doa, matanya tertutup, menikmati ketenangan yang hanya bisa ditemukan di tempat-tempat seperti ini.
Ketika hujan mulai mereda, para musafir satu per satu kembali ke kendaraan mereka. Beberapa masih menyempatkan diri membeli jajanan tambahan untuk bekal di perjalanan, sementara yang lain berjalan perlahan, tampak enggan meninggalkan ketenangan Masjid Al-Hijriyah yang telah memberi mereka waktu untuk menyegarkan diri. Para wisatawan kembali ke bus mereka dengan senyum di wajah, membawa kenangan akan masjid yang tidak hanya menyediakan tempat sholat, tetapi juga menghadirkan suasana persinggahan yang begitu nyaman dan bersahabat.
Masjid Al-Hijriyah bukan hanya sebuah tempat ibadah; ia adalah pemberhentian yang lengkap, menawarkan kenyamanan bagi tubuh yang lelah, kedamaian bagi hati yang rindu akan ketenangan, dan keramahan yang begitu tulus. Setiap musafir yang singgah di sini seolah membawa pulang energi baru, siap untuk melanjutkan perjalanan dengan semangat yang kembali penuh. Bagi mereka, Masjid Al-Hijriyah adalah lebih dari sekadar bangunan di tepi jalan; ia adalah pelindung di kala hujan, teman di tengah perjalanan, dan saksi dari setiap langkah panjang menuju tujuan akhir.
“Tiga orang yang doanya tidak tertolak, yaitu doa orang yang berpuasa hingga ia berbuka, doa seorang pemimpin yang adil, dan doa seorang musafir” (HR. Tirmidzi). Hadis ini mengingatkan kita bahwa musafir yang sedang dalam perjalanan panjang sangat diperhatikan oleh Allah SWT, dan perjalanan mereka seringkali menjadi kesempatan untuk mendapatkan berkah dan doa yang terkabul.
Masjid Al-Hijriyah, sebagai tempat persinggahan, menjadi bagian dari berkah perjalanan mereka yang penuh makna.
Ditulis oleh Om Anwar – KalimantanSmart.Info