
Desa Beringin, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu, dikenal sebagai kampung nelayan yang tetap bertahan dengan semangat hidup dari laut. Sekitar 45 nelayan aktif menggantungkan hidup dari hasil tangkapan laut, tergabung dalam tujuh kelompok, yakni enam Kelompok Usaha Bersama (KUB) dan satu Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan).
Keenam KUB tersebut adalah KUB Padaidi Beringin, Elang Laut Desa Beringin, Siring Laut Desa Beringin, Rajungan Maju Bersama, Sipatuo, dan Kusan Sejahtera. Sedangkan Pokdakan Tuwo Madeceng bergerak di bidang budidaya perikanan.
Kepala Desa Beringin, Jamaluddin Modding, saat dihubungi pada Senin, 21 April 2025, menyampaikan bahwa semangat hidup dari laut tetap kuat di tengah masyarakatnya.
“Mayoritas warga kami adalah nelayan. Saat ini ada sekitar 45 kapal balapan dan 6 kapal besar milik nelayan Desa Beringin. Mereka tetap semangat melaut dan saling mendukung lewat kelompok-kelompok yang sudah dibentuk,” ucapnya.
Salah satu kekuatan desa ini adalah keberadaan muara sungai di perbatasan antara Desa Beringin dan Desa Sungai Lembu, yang menjadi titik labuh strategis.
“Muara ini jadi tempat bersandar bukan hanya kapal dari Desa Beringin, tapi juga dari Sungai Lembu dan Pulau Salak. Artinya ini muara milik bersama yang kita jaga bersama,” tutur Jamaluddin Modding.

Seiring dengan bertambahnya jumlah kapal, Jamaluddin berharap adanya penguatan fasilitas dermaga di wilayah tersebut.
“Kami sangat berharap titian ulin yang ada sekarang bisa diperpanjang. Dengan makin banyaknya kapal yang berlabuh, perlu ruang lebih agar aktivitas nelayan tidak terganggu,” jelasnya.
Ia juga menambahkan perlunya fasilitas tambahan berupa kalampa atau tempat berteduh nelayan di titik-titik strategis sekitar muara.
“Kalau titiannya sudah bisa diperpanjang, kami ingin ada kalampa juga. Tempat itu penting bagi nelayan saat bongkar muatan, memperbaiki alat tangkap, atau menunggu air pasang,” tambahnya.
Namun, ia juga mengungkapkan bahwa masih ada beberapa kendala yang dihadapi para nelayan. Salah satunya adalah pendangkalan muara yang terjadi secara berkala.
“Pendangkalan muara kadang jadi masalah. Saat air surut, kapal susah keluar atau masuk, terutama kapal besar. Tapi yang paling sering dikeluhkan nelayan sekarang adalah keberadaan jembatan bekas yang ada di sekitar muara,” kata Jamaluddin Modding.
Menurutnya, jembatan tersebut sering kali menjadi penghambat saat kapal melintas.
“Kadang kapal terbentur bagian bawah jembatan, apalagi kalau air tinggi. Ini tentu menimbulkan kerugian, karena bisa merusak bagian atas kapal atau alat tangkap yang dibawa nelayan,” ungkapnya.
Meski begitu, Jamaluddin menegaskan bahwa pihak desa tetap berupaya menjaga harmoni dan kolaborasi antar nelayan dari berbagai desa.
“Muara ini milik bersama. Kita jaga bersama, manfaatkan bersama, dan insyaAllah kalau komunikasi terus berjalan, kita bisa temukan solusi bersama juga,” tutupnya.
Dengan semangat gotong royong dan kepedulian terhadap lingkungan pesisir, Desa Beringin menapaki langkah sebagai kampung nelayan yang terus tumbuh dan berdaya.
KalimantanSmart.INFO – Om Anwar