Next Post

Cerita Perlawanan Robert Hendra Sulu, S.H.: Jumat Kelabu 1997 (Part 4) — Mencari Bukti di Jakarta dan Surabaya

Robert Hendra Sulu, S.H., berdiri di beranda rumah kayu tua miliknya di Mentaos, Banjarbaru—rumah yang menjadi tempat tinggal sekaligus basis perjuangannya sejak 1990-an.

BANJARBARU, KALSMART.info – “Saya mau berutang kepada Tuhan, agar rasa takut saya hanya kepada-Nya. Bukan kepada yang lain,” ucap Robert Hendra Sulu, S.H., memulai kisah perjalanannya mencari bukti demi membela Faisal—kliennya yang menggugat pelanggaran hak cipta atas pemuatan tujuh foto dalam buku Amuk Banjarmasin.

“Saya bukan pengacara tersohor. Saya nggak punya tim. Nggak ada kantor, nggak ada sponsor atau institusi yang di belakang saya,” ujar Robert Hendra Sulu, S.H., sambil menatap ke kejauhan. “Saya cuma sendiri. Di rumah kayu tua ini, dengan mesin tik yang sudah karatan. Tapi saya punya satu hal—tekad untuk membela yang benar.”

Lalu ia menghela napas dan melanjutkan,
“Saya tinggalkan Banjarmasin. Naik pesawat ke Jakarta. Sendirian. Dengan keyakinan dan satu tas kecil. Itu saja modal saya.”

Jakarta tahun 1998 saat itu sedang mencekam. Atmosfernya pekat.

“Orang-orang saling curiga. Kita tidak tahu siapa kawan, siapa lawan. Itu yang membuat saya sangat waspada. Suasana benar-benar mencekam,” ujar Robert.

Ia menginap di Hotel Jayakarta. Tanpa banyak kenalan dan belum terbiasa dengan kota besar, Robert memilih jalan sendiri.

“Waktu itu saya tanya orang, katanya taksi susah. Saya akhirnya naik bajaj. Katanya jalan Diponegoro jauh, saya bilang tidak apa-apa.”

Ia menuju kantor YLBHI di Jalan Diponegoro No. 50 (kalau tidak salah nomornya saat itu), Jakarta Pusat. Bangunan tua berwarna putih. Ia berjalan kaki masuk halaman. Dari kejauhan ia melihat seorang pria sedang bermain pingpong.

“Itu Munir. Saya langsung mengenal wajahnya. Ia terlihat tenang, memainkan bola pingpong seolah tak ada yang genting.”

Baca Juga :  Cerita Perlawanan Robert Hendra Sulu, S.H.: Jumat Kelabu 1997 (Part 3) — Pembelaan Hak Cipta di Tengah Ketegangan Politik Orba

Robert tidak berkata apa-apa. Tidak menjelaskan maksud kedatangannya. Ia hanya masuk, melihat-lihat rak dan lemari di sudut ruangan.

“Di lemari itu, saya lihat buku Amuk Banjarmasin. Banyak. Tumpukan. Judulnya sama. Isinya—saya tahu betul—memuat tujuh foto Faisal.”

Ia tidak berbicara. Tak menyentuh siapa-siapa. Setelah yakin dengan yang dilihatnya, ia melangkah keluar pelan-pelan.

“Itu sudah cukup bagi saya. Saya tidak perlu tanya apa-apa lagi. Diam-diam saya pergi meninggalkan kantor YLBHI.”

Namun pencarian tak berhenti di sana. Robert melanjutkan ke salah satu toko buku di Jakarta.

“Saya ingin pastikan buku itu memang diperjualbelikan. Saya masuk ke salah satu toko buku yang cukup terkenal, dan benar. Buku Amuk Banjarmasin ada di rak. Dijual.”

Tiga hari ia habiskan di Jakarta. Kota yang gaduh dan belum sepenuhnya pulih dari trauma politik.

“Waktu saya hendak pulang ke hotel, jalanan sudah penuh. Orang-orang berkumpul. Tapi tidak ada rasa takut terhadap aparat. Justru ketegangan muncul dari saling curiga.”

Setelah yakin dengan dua titik penting itu—kantor penerbit dan toko penjual—Robert meninggalkan Jakarta dan melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Ia naik kereta menuju Stasiun Pasar Turi.

“Saya masuk ke salah satu toko buku. Buku itu ada. Tidak bisa dibeli, tapi dipajang.”

Itu membuktikan buku Amuk Banjarmasin memang beredar luas di kota-kota besar. Termasuk di Banjarmasin, tempat Faisal pertama kali menerima buku itu dari seorang teman saat menghadiri pertemuan di Masjid Al-Jihad, Desember 1997.

Di tengah situasi penuh ketidakpastian, Robert hanya berpegang pada nilai keadilan.

“Saya selalu ingat kata Plato,” ujarnya pelan, lalu mengulang,

“Kita dihukum bukan hanya karena tindakan kita, tapi juga karena diamnya kita terhadap ketidakadilan.”

Baca Juga :  Sherly Tjoanda, Si Cantik Gubernur Maluku Utara Terpilih di Gladi Bersih Pelantikan

Kemudian ia menambahkan dengan keyakinan pribadi:

“Jangan diam. Apalagi disuruh diam.”

Setelah merasa cukup dengan bukti yang dikumpulkan dari Jakarta dan Surabaya, Robert pun bergegas kembali ke Banjarmasin.

Bersambung…

Avatar photo

Redaksi

Related posts

Newsletter

Subscribe untuk mendapatkan pemberitahuan informasi berita terbaru kami.

Loading

banner kalimantansmartinfo
Iklan Berita (1)
banner kalimantansmart

Recent News